Dari Dilan dan Milea ...
Assalamu'alaikum! Dulu
kita masih remaja, usia anak sma... Yang baca sambil
nginget nada lagunya thepanasdalam satu ini berarti sudah atau hampir terkena Dilan vibes or Dilan
attack! Hai kembali di Januari setelah sangat lama gak memposting entri baru. Kalau nulis entri sih udah lumayan ngantri lah, tapi masih belum pada siap karena ide dan karena waktu memposting itu butuh momentum. So, berhubung di Januari akhir sedang ramai di bicarakan kisah cinta anak SMA tahun 1990 dari kota penuh rindu, aku bakal coba bahas hal itu. Awalnya aku gak paham kenapa buku yang sampulnya sesimpel itu terpampang
di tempat yang mudah dilihat di Gramedia (artinya banyak dicari), juga gak sedikit orang-orang (perempuan) yang
bilang "Aku jatuh cinta sama Dilan." dan temen aku yang laki-laki
malah ngaku-ngaku dia itu Dilan. Jadi aku mulai penasaran, Dilan tuh siapa si? Pidi Baiq itu penulis apaan? 1990? Cerita jadul dong! Bertepatan dengan tugas resensi novel dari guru bahasa Indonesia di tahun terakhir SMA, temen kelas banyak bawa novel-novel kece yang terlihat menarik untuk dibaca, dan saat momen itu aku mendapat kesempatan untuk minjam novel Dilan dari temen aku.
Sebenernya ada apa sih sama sosok seorang Dilan? Di sini aku gak bakal spoiler
filmnya karena belum nonton, jadi cuma mau mereview sedikit kisah Dilan dan Milea yang ada di novel biar kalian paham
kenapa aku buat entri ini. Inti ceritanya ya seperti di trailer filmnya, Milea ini
adalah seorang siswi pindahan dari Jakarta ke kota Bandung. Dia digambarkan sebagai sosok perempuan yang 'sangat' cantik. Jadi, karena itu dia dikagumi banyak
lelaki di sekolah barunya, salah satunya Dilan. Lelaki bermotor yang memperlakukan Milea dengan cara yang sedikit berbeda dengan lelaki lainnya. Menurut pandangan
aku, Dilan itu digambarkan sebagai cowok yang iseng, tengil, menyebalkan, tapi
pinter, juga romantis versi anak SMA.
Buku
pertama mengisahkan tentang perjalanan awal mereka bertemu sampai pacaran. Buku kedua mengisahkan polemik yang terjadi
dalam hubungan singkat mereka dan alasan mengapa mereka putus, dan cara Milea
move on. Buku ketiga yang berjudul 'Milea' mengisahkan tentang sudut pandang
Dilan yang gak pernah terbayangkan di 2 buku sebelumnya karena sudut pandang laki-laki dan perempuan itu bener-bener terlihat jelas perbedaannya di sini. Buku karya Pidi Baiq
atau yang sering di sapa Ayah ini sangat ringan di baca, tulisannya gak terlalu
kecil, dan bahasanya gak berat walau terlihat sedikit tebal. Padahal klimaks di
buku Dilan itu adalah saat Milea di tampar Anhar, sesimpel itu (kata Pidi Baiq)
tapi ko sampai se booming itu ya? Mungkin banyak disuka karena setiap orang punya "kisah" ketika masih SMA dan buku ini menggambarkan atau mengingatkan ke masa-masa itu.
Tapi apa
kalau kita baca buku atau nonton sebuah film cukup hanya di nikmati aja? GAK!
Buku tuh gak murah, harga tiket bioskop plus ngantri tuh gak gampang, makannya
sangatlah rugi kalau kamu gak ngambil hikmah dari apa yang kamu baca dan
tonton. Karena itu yuk kita bareng-bareng ambil hikmah dari kisah
Dilan dan Milea yang sedang hangat-hangatnya ini...
1. Tak usah pacaran, menikah saja!
Tadi aku
menemukan sebuah status yang bilang kalau sebenarnya novel Dilan dan Milea itu bukan
mengajarkan pacaran, karena yang beranggapan seperti itu berarti belum membaca
ketiga bukunya sampai habis. Aku setuju sama kata-katanya, itu berarti dia juga
mengambil hikmah dari cerita novel tentang pacaran-putusnya Dilan dan Milea. Walau novel Dilan maupun novel Milea memberi kesan pertama "cuma tentang pacaran" tapi kalau kita bisa belajar dari kisah mereka kita bisa tau kalau nyatanya pacaran itu adalah patah hati paling sengaja. Sweet pas masa pedekate dan mudah goyah dalam waktu singkat. Sejatinya pacaran itu gak bener-bener ada komitmen, karena komitmen itu ada lewat pernikahan (menurut Pendidikan Kesejahteraan Keluarga loh)
"Jangan pacaran, dosanya berat, kau tak akan kuat, menikah saja."
Dari
kemarin-kemarin kata-kata "Jangan rindu, berat, biar aku saja." itu
lagi banyak diplesetin, dan yang paling aku suka adalah kata-kata
"Jangan pacaran, dosanya berat, kau tak akan kuat, menikah saja."
yang aku temukan kemarin, itu terdengan sangat sweet.
Lalu ada
yang bertanya, "Kenapa gak boleh? Kan gak ada larangannya!" Ok
sayang, dalam surat Al-Isra 17 ayat 32 Allah berfirman yang artinya "Dan janganlah kamu mendekati zina
sesungguhnya (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang
buruk.". Lalu ada penanya lain,
"Kan pacaran belum tentu zina?" Ya, tetapi rata-rata zina itu berawal
dari pacaran, itu artinya 'mendekati' bukan? Sudah dijelaskan di ayat tersebut bahwa kita dilarang mendekatai, apalagi melakukan. Untuk (aku dan) kamu
belajarlah Sami'na wa atho'na (kami dengar dan kami taat)
seperti Siti Hajar yang tak melawan saat ditinggal suaminya (Nabi Ibrahim A.S) di sebuah tanah gersang,
seperti Ibrahim yang ikhlas untuk menyembelih anaknya, sepeti Ismail yang
ikhlas untuk disembelih Ayahnya, seperti Zainab yang ikhlas meninggalkan suami
yang dicintainya karena perbedaan agama, dan itu semua karena mereka taat,
karena mereka yakin Allah pasti akan memberikan sebaik-baiknya hal,
sebaik-baiknya keputusan, sebaik-baiknya takdir. Sulit itu artinya bukan tidak mungkin. Aku, kamu, dia, dan mereka pun memperjuangkan Sami'na wa atho'na. Jadi yuk kita taat bareng-bareng!
"Tidak ada penawar yang lebih manjur bagi dua insan yang saling mencintai dibanding pernikahan" (HR. Ibnu Majah, Al Hakim, Hasan)
Nyambung lagi ke hubungan cerita Dilan dan Milea dengan hadits diatas. Ketika mereka masing-masing udah kerja dan secara kebetulan bertemu, nyatanya gak ada yang memperjuangkan kisah masa lalu mereka. Diluar alasan masing-masing sudah hampir punya 'pasangan hidup' tapi tetep gak ada niat dan perjuangan untuk bisa kembali. Jadi pada akhirnya hati Milea dimenangkan oleh lelaki yang berani menikahinya. Dan tentang Dilan... baca saja buku ke tiganya.
"Perempuan itu senang bila diberi perhatian, namun jauh sangat bahagia bila diberi kepastian." - An
2. Jangan harap pada manusia, kau akan kecewa.
Dari Milea
dan Dilan kita bisa belajar kalau berharap pada manusia itu sangat paling super
mudah ekstra mengecewakan. Ekspektasi Milea yang berharap bisa 'merubah' seorang Dilan
itu menandakan bahwa nyatanya seberapapun usaha dan ancaman yang diberikan manusia tetap saja HANYA ALLAH yang dapat membolak balikan hati
manusia. Yang udah baca bukunya pasti paham maksudnya. Milea gak jarang
menjadikan kata perpisahan a.k.a putus sebagai ancaman kalau-kalau Dilan udah
mulai brutal, walau sebenernya dijelaskan itu karena Milea gak mau Dilan
kenapa-kenapa dan kata perpisahan itu juga gak serius. Tapi Dilan bukan Milea yang menganggap kata-kata itu cuma sekedar kata.
Ketika baca tentang sosok Dilan aku inget
kata-kata Tere Liye yang kurang lebih isinya berbicara kalau seorang lelaki itu
adalah pengembara, ia akan terus mengembara sampai ia menemukan rumah, maka
jangan sampai kamu cuma jadi sekedar tempat singgah. Maksudnya siapapun lelaki itu, mau Dilan atau yang lain, lelaki itu seakan-akan di set untuk mencari dan dia akan berhenti dan kembali pada sebuah tempat yang ia akan sebut rumah.
"Aku mencintainya,
tetapi aku belum siap menikah. Mesti bagaimana?" sebaik-baiknya pilihan
tentang hati itu nikahi atau ikhlaskan. Kemarin-kemarin aku menemukan kata-kata dari Alvi Syahrin yang cocok untuk hikmah ke-2 ini
"Kau mencintainya, tetapi kau tahu, dia belum sebaik yang kau harapkan. Namun, kau tetap pada pendirianmu, melangkah mendekatinya, dan berjanji kepada dirimu sendiri, "Aku mencintainya, dan aku akan membuat dia menjadi lebih baik" Dan, itulah kesalahanmu yang paling fatal. Hatimu sedang jatuh cinta; teramat lemah, kau akan mendengan ucapannyamelakukan apa yang dia harapkan; mematikan pikiran logismu; melanggar beberapa prinsip yang telah kau pegang bertahun-tahun lamanya. Hanya supaya dia balik mencintaimu. Sekarang, lihat siapa yang berubah. Lihat siapa yang paling tersakiti. Lihat siapa yang paling merugi. Dirimu."- @alvisyhrn
3. Move on itu berat, tapi tak ada kata terlambat
![Hasil gambar untuk kata-kata di novel dilan](https://d1xmenocyxrtc7.cloudfront.net/wp-content/uploads/2017/05/91688-600x850.jpeg)
Pertama kali baca buku Dilan aku langsung
menganggap Milea adalah sosok yang jahat, walau pernah dijelaskan bahwa buku
tersebut di tulis dengan izin suami Milea dan bukan 100% karya Milea karena
ditambah bumbu-bumbu sastra dari Pidi Baiq. Tetapi buku Dilan itu menggambarkan
bahwa Milea belum bisa benar-benar move on dari Dilan padahal sudah bersuami dan beranak. Kita
selaku pembaca sebenernya gak bisa menilai Milea udah bener move on atau belum sih,
walau buku tersebut diambil dari kisah nyata tapi buku tersebut gak original
karya orang yang mengalaminya. Mungkin aja sosok Milea gak serapuh yang
digambarkan dan sosok Dilan gak se-sweet yang dibayangkan para pembaca. Di awal
trailer film Dilan 1990 keluar banyak komentar miring soal pemainnnya termasuk
aku sendiri. Mungkin aja nyatanya sosok Dilan itu gak se buat
baper seperti yang di bayangkan. Aku membayangkan ketika Dilan bilang “Jangan
rindu, berat, biar aku saja.” nada suaranya itu sweet tapi di trailer rada datar gitu.
Ngomongin soal move on, yang aku maksudkan
disini itu bukan berpindah mencari ‘pelarian’ tetapi bener-bener membuat
suasana baru yang dengan atau tanpanya semuanya baik-baik saja. Ketika kamu di
posisi yang sedang down, jangan sampai itu berakibat pada daftar minpi-mimpi
yang pingin kamu wujudkan. Milea yang menghabiskan satu tahun terakhir di SMA
tanpa sosok Dilan (udah pindah sekolah karena permasalahan anak SMA dan udah putus juga) kesannya terasa suram. Tapi coba kamu
ambil positifnya. Di buku gak dijelaskan terlalu detail soal Milea yang berhasil kuliah di salah satu Universitas terbaik di
Indonesia yang berjas kuning itu. Coba kamu pikirin, Milea bisa terus maju sama
mimpinya walau di masa-masa SMA punya permasalahan rada-rada gimana gitu. Ya
berurusan dengan anak-anak genk motor, ditampar sama laki-laki, kasus temen
sekolahnya yang meninggal akibat perselisihan antar genk, liat Dilan ngamuk di
ruang kepala sekolah (apa ruang guru? Lupa aku) demi bela dia, dan many things
yang gak terbayang untuk terjadi di masa SMA jaman sekarang. Tapi dia tetep bisa! Jadi untuk kamu yang pasti punya cita, berusaha tetap tenang walau banyak gelombang dari sana sini, bahkan mungkin di hadapan kamu bakal ada pusaran air, tetep semangat dan jadikan Allah sebaik-baiknya tempat bergantung dan meminta. Nah untuk bisa move on caranya adalah mencari hal/kerjaan yang bisa buat waktu 24 jam kamu terasa kurang, jadi sibuk-sibuk gitu. Dengan syarat hal itu positif dan berfaedah untuk orang banyak, biar gak sia-sia gitu. Sebaik-baiknya hal itu adalah beribadah, misalnya kamu mulai odoj, puasa sunnah untuk melatih nafsu, dzikir, dan masih banyak ibadah lainnya. Jangan lupa juga kalau move on tidak akan pernah terjadi kalau kamu tidak berniat untuk itu.
4. Ikhlas itu berat, tapi Insya Allah kau kuat!
Hal terbesar yang bisa kita ambil dari kisah
Dilan dan Milea ini adalah mesti ikhlas. Ikhlas kalau Milea bukan milik Dilan dan Dilan bukan milik Milea. Aku kadang suka gemes kalau ada yang bilang Milea itu punya Dilan atau sebaliknya, karena nyatanya mereka itu sama-sama milik Allah dan Milea itu punya suaminya. Allah punya alasan mempertemukan kita dengan seseorang, walau kadang kita merasa bahwa mereka adalah orang
yang salah, tapi nyatanya Allah gak pernah beri hal buruk ke kita, semua itu tergantung bagaimana cara kita menyikapinya. Masa lalu itu ada untuk diambil hikmahnya, bukan untuk diratapi
apalagi disesali. Ketika kamu gak ikhlas untuk menerima takdir kamu, itu adalah
hal yang berat karena kamu bakal menghabiskan sisa waktu hidup kamu di dunia dengan sia-sia. Gagal move on itu termasuk dalam kategori belum ikhlas.
Siapapun manusia yang sedang kamu ‘kagumi’
kini, jangan sampai terlalu jatuh. Sebaik baiknya cinta pertama adalah kepada
Allah. Sebaik-baiknya cinta pertama pada manusia adalah kepada Nabi Muhammad
SAW. Selanjutnya cinta pada Ibu, ibu, ibu, ayah, saudara, keluarga, teman, dan lain-lain. Spesial untuk anak perempuan, sebelum ia menikah maka mengutamakan ibu, ketika telah menikah maka mengutamakan suami.
Lalu apa tandanya kalau aku sudah ikhlas? Yaitu
ketika kamu melihatnya secara tak sengaja di social media tetapi hatimu bisa
terkontrol (baca: biasa saja). Yaitu ketika kamu masih mendoakannya namun tak
memaksakan bahwa ia mesti jadi jodoh masa depanmu. Yaitu ketika kamu rasa mau
dia ataupun bukan, kamu tetap akan memantaskan diri jadi yang terbaik untuk
pasanganmu di masa depan. Mudah sekali loh mengetik ini semua, merealisasikannya.... Realisasi memang
hal terberat dari mewujudkan harapan. Tapi harapan gak akan pernah terjadi
kalau tidak ada realisasi. Yang terpenting kalau niatmu karena-Nya, kamu tak
akan berjuang sendirian, Allah akan selalu membersamaimu, kapanpun, setiap detik, setiap saat.
Sebenernya bukan kisah Milea dan Dilan aja
yang punya banyak hikmah untuk diambil. Kisahmu, kisahku, kisah mereka juga
bisa kita ambil hikmahnya. Tapi berhubung lagi banyak dibicarain aja jadi aku pilih trilogi novel ini. Buku ini ditulis terlalu apik dan membuat aku pribadi jadi suka nulis puisi pendek
seperti yang dilakukan Dilan. Tapi berhubung data di laptop pernah (gak
sengaja) aku format, jadi aku kehilangan data puisi-puisi itu dan sedikit lupa.
Yang aku inget itu adalah puisi pendek yang aku buat di suatu sore.
“Beruntung kamu bukan Dilan dan aku bukan Milea. Karena yang ku inginkan adalah kisah cinta yang bahagia. Bukan berakhir dengan terluka.” - R.A, (kurang lebih begitu)
Selain itu, terima kasih juga Ayah sudah
buat aku (pernah) semangat buat cerita lagi walau sekarang datanya entah dimana
(karena keformat tea T_T). Buku Dilan dan Milea itu seakan-akan memberi percikan kepada pembacanya untuk menilik sedikit masa lalu dan menuliskannya kembali dengan bahasa sesuai EYD agar terasa hawa masa lalunya. Selain kisah mereka aku suka tempat terjadinya semua kisah mereka. Ya! Bandung. Kota penuh rindu. Semejak tinggal di kota itu, ketika naik angkot aku kadang suka mikir "Apa di sini tempat kejadiannya?" atau "Apa di sini tempat syuting filmnya?". Walau di Bandung itu suka Macet, tapi di beberapa spot yang masih ada bangunan lama dan pohon-pohon besarnya masih menggambarkan suasana penuh rindu. Berhubung disana aku kadang homesick jadi aku setuju bilang Bandung ini kota penuh rindu karena disana itu adalah tempat dimana aku merindukan rumah.
Untuk sekarang segitu dulu yaaa. Terlalu lama menceritakan mereka itu mengingatkan kembali masa SMA yang sekarang rasanya cuma mimpi, rindu tapi tak bisa kembali karena waktu itu cuma sekali. Karena tadi diawali dengan lagu Dulu kita masih remaja, jadi aku tutup dengan akhir lagu penuh rindu itu.
Dan ingin lagi...
Dan ingin lagi, Jumpa...
Wasalamu'alaikum! Semoga bermanfaat. Ambil yang baik dan jangan hiraukan yang unfaedah. Maafkan karena terlalu banyak kata rindu. Terima kasih sudah membaca ^^
Comments
Post a Comment